iklan

Memilih Pemimpin dan Pelajaran dari Tradisi Angkat Rumah

Sahabat, kali ini saya akan berbagi catatan tentang sebuah kebiasaan menarik yang hingga saat ini masih sering dilakukan oleh masyarakat Sulawesi Barat dan mungkin juga dilakukan oleh masyarakat di daerah lain.

proses memindahkan rumah sedang berlangsung


Mengapa saya ingin berbagi catatan soal ini, sebab ada pelajaran menarik yang bisa dipetik dari kebiasaan tersebut. Jadi bukan hanya karena hal itu merupakan sebuah kebiasaan unik yang membuatnya menarik, tetapi lebih dari itu, ada pelajaran hidup yang sangat berharga yang terkandung di dalmnya.

Kebiasaan tersebut juga penting untuk dicatat karena merupakan perwujudan semangat gotongroyong - dalam arti yang sebenarnya menggotong beramai-ramai -  yang tentu berasal dari warisan budaya leluhur kita  yang seharusnya terus kita jaga.

Baiklah, supaya jangan terlalu panjang dan membuat sahabat bosan, saya langsung sebutkan saja. Bentuk tradisi gotongroyong yang saya maksud dalam tulisan ini adalah kebiasaan masyarakat Sulawesi Barat, secara beramai-ramai bekerja sama mengangkat dan memindahkan rumah (rumah panggung) dalam keadaan masih utuh berdiri.

Bentuk kerjasama atau gotongroyong tersebut biasanya dilakukan jika ada rumah yang akan dipindahkan ke tempat lain atau masih di tempat yang sama tapi harus digeser beberapa jengkal atau beberapa meter ke bagian tertentu yang dikehendaki yang akan membuat posisi rumah dan rumah itu sendiri termasuk penghuninya menjadi lebih baik.

Kerjasama memindahkan rumah ini dilakukan sesuai kehendaki pemilik rumah dan berdasarkan arahan tukang yang sedang melakukan renovasi terhadap bangunan rumah tersebut.

Untuk mendatangkan orang-orang dalam jumlah banyak yang akan membantu proses pemindahan rumah, umumnya seorang pemilik rumah akan meminta bantuan kepada pengurus masjid untuk memberi tahu warga melalui pengumuman di hadapan jama'ah selepas pelaksanaan sholat Jum'at. Oleh karena itu, umumnya proses pemindahan rumah ini dilaksanakan pada hari Jum'at.

Perlu sampaikan sekali lagi, bahwa mengangkat atau memindahkan rumah ini tentu hanya bisa dilakukan pada bangun rumah yang terbuat dari rangka kayu atau yang dikenal sebagai rumah panggung.

Namun kondisi saat ini di mana bangunan-bagunan rumah telah dibuat permanen dan lebih banyak yang terbuat dari bahan campuran semen, pasir batu dan rangka besi atau beton, mengakibatkan kegiatan beramai-ramai mengangkat rumah tidak lagi sesering yang bisa disaksikan di masa-masa yang lalu.

Tetapi seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, dalam ativitas bergotong royong mengngkat rumah, ada pelajaran penting yang bisa dipetik untuk dijadikan renungan berkaitan dengan pencapaian kepentingan bersama dalam kehidupan berkelompok, bermasyarakat bahkan bernegara di mana dan kapan pun.

Jadi sekalipun kebiasaan mengangkat rumah saat ini sudah tidak sesering yang bisa kita saksikan di jaman terdahulu, akan tetapi pelajaran yang terkandung di dalamnya terutama di era demokrasi sekarang ini, justru tidak boleh diabaikan untuk mencapai kepentingan dan kemaslahatan hidup bersama.

Tentu tidak sesederhana itu, namun jika rumah yang diangkat, dan sekumpulan orang-orang yang mengusungnya saya ibaratkan sebagai komunitas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, maka logika kerjanya sama dengan sebuah organisasi, sebuah daerah atau bahkan sebuah negara dengan anggota oraganisasi, masyarakat suatu daerah atau rakyat  yang ada dalam suatu negara.

Jika rumah tersebut diharapkan tetap dalam kondisi utuh dan diharapkan akan menjadi lebih baik, maka dalam proses pemindahannya atau pada saat dalam proses diangkat dan diusung ke suatu tempat, dibutuhkan satu komando, satu patokan yang jelas untuk membimbing semua kekuatan, semua potensi ke satu arah yang jelas.

Patokan, arah perjalanan dan seseorang yang menjadi pemberi komando tak cukup hanya ada, tetapi juga harus jelas dan diketahui oleh semua yang terlibat langsung dalam proses itu. Sehingga dalam perjalanan mengangkat rumah, daya atau kekuatan yang ada, senantiasa berjalan seiring-sejalan dan tetap dalam arah dan irama yang sama.

Tidak ada boleh ada kekuatan yang sama apa lagi lebih besar yang berlawanan arah dengan tujuan dan patokan yang telah ditetapkan. Disitulah fungsinya komando atau arahan yang harus jelas dan harus hanya satu dari seorang pemimpin.

Namun juga lumrah jika dalam proses, itu banyak suara-suara yang mengiringi suara pemberi komando. Akan tetapi suara-suara tersebut tidak boleh lebih nyaring apalagi menghalangi atau melawan arahan dari pemberi komando utama.

Fungsi suara-suara dari orang ramai, hanya merupakan pemberi semangat dan pelecut lahirnya kekuatan maksimal yang memang harus dikerahkan agar proses memindahkan rumah tersebut berjalan dengan baik dan sukses tanpa ganguan yang berarti.

Namun jika orang-orang yang terlibat dalam proses memindahkan rumah tersebut tidak mengetahui arah dan jalan ke mana rumah tersebut akan dipindahkan, dan tidak ada satu suara komando yang jelas untuk memimpin jalannya proses memindahkan rumah, maka yang terjadi adalah kebingungan di tengah orang-orang yang sedang susah paya mengerahkan tenaga.

Dan jika kondisi kebingungan tersebut berlangsung lama dan terus-menerus, maka kekuatan, daya, potensi yang dimiliki akan terkuras habis tanpa hasil. Bahakan cenderung akan terjadi kondisi tidak terkendali yang berpotensi merusak.

Sebab orang-orang akan bergerak tanpa arah, bangunan rumah akan berputar tidak menentu. Beberapa bagian rumah akan patah. Bahkan yang lebih patal pun bisa terjadi; rangka rumah akan rusak, bangunan rumah akan kehilangan keseimbangan, oleng lalu ambruk menimpa oarang-orang di bawahnya. Celaka.

Kondisi nyaris celaka ini saya saksikan dalam satu kesempatan ikut menjadi bagian dari orang-orang yang terlibat dalam proses memindahkan rumah.
Penyebabnya hampir semua orang bersuara memberi komando. Tidak ada satu orang yang seharusnya tampil memberi aba-aba. Juga tidak ada patokan jelas kemana rumah itu akan dibawa. Kekutan saling berlawanan.

Akibatnya pondasi yang tadinya untuk landasan tiang rumah hancur. Tapi kami tidak sampai tidak terkendali. Karena seseorang langsung tampil keluar dari kerumunan memberi arahan. Yang lain diam dan fokus mengerahkan tenaga. Kami berhasil, dengan sedikit kerusakan.

Demikian juga halnya dalam berorganisasi atau dalam kehidupan bermasyarakat di suatu wilayah pemerintahan daerah atau bahkan dalam kehidupan bernegara sekalipun.

Dalam kehidupan berdaerah di Sulbar misalnya, dibutuhkan konsep pembangunan yang jelas, dibutuhkan visi dan misi, dibutuhkan perencanaan dan dibutuhkan pemahaman bersama tentang akan dibawa kemana arah pembangunan dan masa depan daerah ini.

Dan dalam setiap pergantian pemimpin daerah, tentu kita berharap, pertanyaan-pertanyaan seperti di atas dan pertanyaan-pertanyaan lain yang tentu tidak kalah penting, harus bisa dijawab oleh para kandidat calon yang ingin tampil jadi pemimpin.

Tak cukup sampai di situ, tetapi jawaban-jawaban tersebut juga harus bisa dipahami, kemudian diikuti oleh masyarakat, berdasarkan arahan dari pemimpin yang terpilih. Dan setelahnya, mereka yang dipilih dan didaulat jadi pemimpin, juga harus bisa mengarahkan segala daya, segala kekuatan dan segala potensi yang ada untuk menopang cita-cita bersama menuju arah lebih baik, sesuai dengan yang diharapkan bersama.

Wallahu A'lam..

Oleh: Muh Gufran Padjalai

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Memilih Pemimpin dan Pelajaran dari Tradisi Angkat Rumah"

Post a Comment