iklan

Sososk Inspiratif Pertanian Organik yang Mendunia

Cibiran dan apriori dari sejumlah petani lain di desanya tak sedikitpun menyurutkan langkah Budiono (42) untuk terus mengembangkan budi daya padi organik, hingga mengantarkannya menjadi duta pertanian Indonesia di forum internasional.

ilustrasi
Kebanggaan masih membekas jelas di wajah Budiono, Ketua Kelompok Tani Harapan Makmur tatkala menerima wrtawan di rumahnya di Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Sederet piala, piagam penghargaan dan cenderamata terlihat menghiasai almari kecil mirip etalase yang hampir seluruhnya dibangun dengan bahan kaca, yang terletak di sudut ruang tamu rumahnya yang berukuran sekitar 2,5 X 3 meter.

Di atas pintu penghubung antara ruang tamu dan ruang tengah (keluarga), terpampang foto Budiono saat menerima penghargaan PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian) Berprestasi Tingkat Nasional, langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara pada 2011.

Di beberapa bagian tembok di ruang yang sama, termasuk di atas etalase kaca, tampak sejumlah foto Budiono yang lain, berukuran kira-kira 10 R, saat menerima penghargaan sebagai Petani Teladan Jawa Timur pada 2012, Piala Adikarya Pangan Nusantara 2013, maupun sejumlah kegiatannya saat menghadiri forum pertanian organik internasional di India, akhir Maret 2014.

Budiono yang juga menjabat sebagai perangkat (Kaur Umum) Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol ini begitu antusias saat menceritakan satu per-satu pencapaian prestasi yang diraihnya bersama sejumlah petani lain yang tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Harapan Makmur di kampung halamannya.

Pun ketika sarjana ilmu pendidikan agama Islam di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Blitar ini menunjukkan sampel produk beras yang mereka hasilkan dari sistem pertanian "ramah lingkungan" dengan tidak menggunakan sedikitpun produk kimia dalam pembudidayaan padi organik, sejak 2007.

"Semua berawal penawaran kerja sama saling menguntungkan serta program pendampingan yang saat itu disampaikan oleh seorang agen pupuk petroganik di Tulungagung, Mas Hadi Mustofa, untuk merintis pola pertanian organik di desa kami," tutur Budiono, sebagaimana dikutip antara.

Namun, perubahan paradigma pertanian yang sebelumnya selalu mengandalkan pupuk kimia/anorganik (buatan) tersebut tidaklah mudah. Berbagai cibiran dan cemooh acapkali diterima Budiono pada tahun-tahun awal, saat mulai membuat pupuk olahan dari bahan aneka kotoran ternak di desanya.

Kala itu, kata Budiono, sebagian besar warga (petani) apriori dengan sistem pertanian organik yang ia rintis. Selain proses pembuatan pupuknya dianggap bertele-tele dan "memakan" biaya, pupuk organik yang dihasilkan kurang memberi dampak positif dalam pembudidayaan padi.

Pertumbuhan benih tidak sesegar seperti tanaman padi lain yang menggunakan pupuk buatan. Masa tanam lebih panjang dan hasil produksinya ternyata lebih sedikit dibanding budi daya padi lain yang tetap menggunakan pupuk anorganik.

"Persepsi mereka mulai berubah saat usaha pengolahan pupuk organik curah yang kami buat tidak hanya menghemat ongkos produksi pertanian yang sengaja diujicobakan, tetapi juga menghasilkan (pendapatan) uang tambahan bagi kas kelompok tani Harapan Makmur," ujarnya.

Pendapatan tambahan yang dimaksud Budiono tak lain adalah hasil penjualan kompos yang kumpulkan dari para peternak atas nama Gapoktan Harapan Makmur, ke pihak PT Petrokimia Gresik melalui jaringan distribusinya di Tulungagung yang dikelola Hadi Mustofa, CV Lestari Mulyo.

Dua tahun lebih kerja sama itu berjalan, pada medio 2009, Gapoktan Harapan Makmur yang dipimpin Budiono memutuskan untuk belajar lebih mandiri. Pupuk organik yang sebelumnya mereka beli lagi dari CV Lestari Mulyo dalam bentuk petroganik (produk pupuk organik PT Petrokimia Gresik), kemudian mereka coba produksi sendiri semampunya.

Demikian pula dalam pembuatan cairan obat antihama. Dengan bimbingan intensif dari lembaga Penyuluh Pertanian (LPP) Kecamatan Sumbergempol serta penelusuran dari buku pertanian dan internet, Budiono dan kelompoknya mampu memproduksi pestisida organik dari bahan tanaman obat serta rempah-rempah yang diramu sedemikian rupa.

"Hasil pembuatan pupuk organik curah serta pestisida herbal ini kemudian kami pasarkan ke anggota kelompok tani Harapan Makmur, maupun petani lain nonanggota yang ingin mencoba sistem pertanian ramah lingkungan yang selama ini kami perkenalkan ke masyarakat Tulungagung," jelasnya.

Berhasil. Satu kata ini sepertinya layak disematkan pada upaya rintisan pertanian padi organik Budiono dan sejumlah petani yang tergabung dalam Gapoktan Harapan Makmur, setelah pada 2009 dan 2010 mereka terpilih sebagai salah satu kelompok tani percontohan tingkat kabupaten serta provinsi.

"Puncaknya pada 2011 saat Gapoktan Harapan Makmur menerima penghargaan PUAP Berprestasi Tingkat Nasional dari Kementerian Pertanian yang diserahkan langsung oleh Bapak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) di Istana Negara," tuturnya sembari menunjuk foto pigura berukuran 10 R yang terpajang di atas pintu penghubung ruang tamu rumahnya.

Kerja sama "Grasia"
Sukses dan kegigihan Budiono bersama Gapoktan Harapan Makmur dalam merintis budi daya padi organik tak hanya mendapat apresiasi tinggi dari pemerintah daerah dan pusat.

Pada 2011, sebuah kelompok sosial yang dipelopori sejumlah aktivis lokal mengatasnamakan Gerakan Rakyat Indonesia (Grasia) berinisiatif melakukan pendampingan pertanian organik di Desa Wates, Kecamatan Sumbergempol, bekerjasama dengan kelompok tani yang dipimpin Budiono.

Mereka tidak hanya memotivasi para petani untuk mulai berpindah dari penggunaan pupuk kimia ke organik, tetapi juga aktif melakukan pendampingan dalam pengelolaan pertanian organik sekaligus membantu pemasaran produk beras yang dihasilkan.

Kampanye sporadis yang dilakukan kedua kelompok ini cukup berhasil dalam mendorong sejumlah petani lain untuk beralih ke pertanian organik. Terbukti, pada tahun yang sama Gapoktan Harapan Makmur mencatat ada sedikitnya 26 anggota yang mengembangkan budi daya padi sejenis, seperti yang ditanam Budiono selama beberapa tahun sebelumnya.

"Bantuan simultan sarana pembuatan pupuk kompos, pelatihan, serta komitmen pemasaran yang diberikan teman-teman Grasia telah merangsang banyak petani lain di dalam organisasi tani kami untuk mencoba pola pertanian organik," ucapnya.

Namun, kata Budiono, peralihan pola pemupukan tersebut rupanya tidak bisa mereka lakukan seketika. Dengan pertimbangan menjaga ritme produksi padi, perubahan pola penggunaan pupuk dilakukan bertahap selama tiga tahun.

Tahun pertama, papar dia, pupuk organik yang digunakan petani baru sekitar 25 persen dari total kebutuhan pupuk untuk satu hektare lahan. Selebihnya pupuk kimia masih digunakan dengan prosentase sekitar 75 persen.

"Volume pupuk organik ditambah menjadi 50 persen pada tahun kedua, dan 75 persen pada tahun ketiga," jelasnya.

Budiono menyebut, sawah yang mengadopsi pertanian ”ramah lingkungan” benar-benar siap ditanami budi daya padi dengan pupuk dan pestisida 100 persen organik pada tahun keempat.

"Perubahan komposisi pupuk organik dan anorganik secara bertahap memungkinkan produksi padi yang dihasilkan relatif stabil. Karena memang pupuk alami seperti yang kami buat ini sifatnya tidak bisa instan, beda dengan pupuk kimia," imbuhnya.

Alhasil, hingga akhir 2013 luasan lahan sawah di Desa Wates yang mengadopsi pertanian organik telah mencapai empat hektare lebih, dari sebelumnya hanya sekitar 2.800 meter persegi atau sekitar 0,3 hektare.

Budiono mengklaim, penggunaan pupuk dan pestisida alami dalam tujuh tahun terakhir telah berhasil memulihkan kandungan unsur hara dalam tanah persawahan mereka hingga mendekati lima persen, sesuai standar nasional.

"Memang belum ada penelitian, tapi jika mengacu pada hasil produksi padi yang sudah normal dan mampu tiga kali panen dalam satu tahun musim tanam seperti padi pertanian nonorganik lainnya, kami cukup yakin kondisi hara tanah di sawah kami sudah mendekati normal," cetusnya.

"Mendunia"
Hampir delapan tahun menggeluti dunia pertanian organik, sepak terjang Budiono Organik, demikian ia biasa dipanggil, akhirnya mendapat pengakuan internasional.

Hal itu tercermin ketika suami dari Ifty Rahayu ini ditunjuk pemerintah mewakili Indonesia dalam ”Conferrence of International Organic Farms” (konferensi pertanian organik internasional) di India pada akhir Maret 2014.

Bersama perwakilan 11 negara agraris lain se-Asia, seperti Bangladesh, Kamboja, Tiongkok, India, Myanmar, Nepal, Pakistan, Filipina, Thailand, Vietnam dan Sri Langka, delegasi dari Indonesia berkesempatan saling berbagi informasi dan pengalaman mengenai pola perkembangan pertanian organik di negara masing-masing.

Di forum internasional yang berlangsung selama 10 hari tersebut, Budiono banyak bercerita mengenai kondisi lahan di Tanah Air yang semakin "kurus" karena kehilangan banyak unsur hara.

Ia lalu memaparkan seluruh pengalamannya dalam mengembangkan model pertanian organik sejak 2007 dengan bimbingan agensi pupuk organik nasional Petroganik, serta teknik ramuan herbal untuk pembuatan pestisida alami (non-kimia) yang terbukti ampuh dalam membasmi hama.

"Konsep pertanian organik di masing-masing negara pada dasarnya hampir sama, hanya pada beberapa bahan untuk campuran pupuk dan pestisida alami. Untuk teknik cocok tanam dan kondisi hara tanah, kurang lebih sama, 'kurus'," ujar Kaur Umum Desa Wates ini menyimpulkan.

Beberapa perbedaan perilaku tanaman organik maupun teknologi pembuatan kompos alami tersebut tentu saja diserap Budiono sebagai pengetahuan baru. Sebagian ia adopsi untuk mengembangkan metode pembuatan kompos atau pupuk organik di daerah maupun pestisida alami. "Tapi mereka (petani dari delegasi negara lain peserta konferensi) juga banyak belajar dari teknologi pertanian kita," ujarnya.

Segudang prestasi dan pengalamannya dalam mengembangkan teknologi pertanian organik secara mandiri bersama kelompoknya di Desa Wates tidak hanya mengantarkan Budiono "mendunia" melalui penunjukan dirinya sebagai duta petani Indonesia dalam konferensi pertanian internasional di India.

Beberapa bulan sepulangnya dari negeri asal epik Mahabharata dan Ramayana ini, Budiono dipercaya untuk menguji coba pembenihan padi organik Jepang "Jafonica" pada medio Agustus 2014.

Soni Chandra, kontraktor swasta bidang pertanian asal Tulungagung yang mengklaim memegang lisensi pembenihan dan distribusi padi organik Jepang di wilayah Jawa Timur mengatakan, penunjukan Budiono sebagai tenaga ahli dalam pemuliaan Jafonica telah mendapat rekomendasi/persetujuan dari pihak Kedutaan Besar Jepang di Indonesia.

Budiono dinilai telah teruji dan memiliki segudang pengalaman dalam pembiakan maupun budi daya padi organik secara mandiri bersama kelompok taninya, Harapan Makmur, yang kini memiliki 30 anggota inti dan 297 anggota biasa.

"Banyak petani organik yang mungkin juga mampu mengerjakan proyek ini (pembenihan padi Jepang), namun yang benar-benar memiliki kualifikasi, sertifikasi dan memahami SOP (standar operasional prosedur) pertanian organik, hanya ada beberapa. Salah satunya yang paling mumpuni itu adalah Pak Budiono ini," kata Soni Candra.

Di tangan Budiono ini pula, lanjut Soni, keberhasilan proyek ambisius budi daya padi organik Jepang di Tulungagung saat ini digantungkan.

Pemkab setempat konon telah memberi lampu hijau bagi pengembangan proyek pertanian ini secara masif di wilayah tersebut, demi memperbaiki struktur tanah di lahan persawahan yang rata-rata hanya memiliki unsur hara 1,7 persen.

Uji coba penanaman padi organik Jepang Jafonica di Kabupaten Tulungagung tersebut sejauh ini masih terbatas di areal sawah seluas 1,5 hektare di persawahan Desa Karanganom, Kecamatan Kauman. Soni maupun Budiono belum bisa memastikan kualitas dan volume bulir padi yang dihasilkan saat panen pada akhir Oktober 2014, dengan alasan masih pertama kali diujicobakan di wilayah Jawa Timur.

Namun, jika uji coba pemuliaan itu berhasil, kata dia, maka pembenihan akan dilakukan secara masif. Tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan bibit padi organik unggul dari Jepang yang diklaim memiliki mutu lebih baik dan volume produksi lebih tinggi ini, tetapi juga untuk didistribusikan ke daerah-daerah lain di Jawa Timur.

Soni mengungkapkan, saat ini telah ada empat wilayah di Jawa Timur yang sudah mengajukan diri untuk mendapat penyaluran benih padi organik Jepang Jafonica, kendati esksperimen yang mereka lakukan belum memasuki masa panen.

"Kami putuskan untuk menjadikan Tulungagung sebagai ’pilot project’-nya dulu. Kalau panen dan prospektif, kami targetkan dalam dua-tiga tahun ke depan luasan areal lahan untuk pertanian organik sudah mencapai 200-an hektare atau bahkan lebih, di Tulungagung," ujarnya optimistis.(antara)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sososk Inspiratif Pertanian Organik yang Mendunia"

Post a Comment